Senin, 22 Agustus 2011

Pemkot Depok Menyita Bahan Makanan Yang Mengandung Boraks dan Formalin

DEPOK (18/8/2011).- Dinas Kesehatan Kota Depok menyita ratusan bungkus boraks yang dijual secara bebas di Pasar Agung, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Bahan pengawet berbahaya tersebut dijual secara bebas dan ditemukan hampir di seluruh lapak pasar yang menjual bumbu dapur.
Boraks tersebut dijajakan dengan nama jual “Bleng” pada kemasannya yang menggunakan plastik transparan. Setiap bungkus boraks, dijual dengan harga seribu rupiah. Meskipun demikian, saat sidak tersebut tidak ada satupun pedagang yang mau menyebutkan dari siapa mereka mendapatkan barang itu. Para pedagang hanya mengatakan bahwa mereka disuplai oleh seseorang untuk menjual boraks tersebut.
Penjualan boraks di pasar tersebut terlihat sangat lazim. Hal itu karena setiap pedagang yang menjual bumbu dan rempah dapur, hampir dipastikan juga menjual bahan yang selayaknya digunakan untuk mengawetkan mayat itu. Bahkan boraks dijajakan secara terbuka seingga mudah dilihat oleh pembeli.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Depok, Ani Rubiyani, mengatakan temuan ini mengindikasikan bahwa boraks masih banyak digunakan oleh konsumen. Dari banyaknya boraks yang dijajakan, kata Ani, bisa diperkirakan bahwa permintaan bahan pengawet tersebut di Depok sangat tinggi.
Padahal berdasarkan Undang-undang no. 7 tahun 2006, boraks merupakan bahan pencampur yang hanya diperjualbelikan di tempat-tempat tertentu yang memiliki ijin. Dengan demikian, bahan campuran ini tidak boleh diperjualbelikan di pasar baik modern maupun tradisional. Bila dikonsumsi dengan mencampurkannya ke bahan makanan tertentu, boraks dapat mengendap dan akhirnya dapat menyebabkan kanker dalam jangka waktu panjang.
Ani mengatakan,inspeksi mendadak (sidak) hari ini menindaklanjuti dari sidak jajanan anak di sekolah-sekolah yang ada di Kota Depok. Dari sidak di sekolah tersebut, ditemukan bakso yang mengandung bahan formalin. Ketika Dinkes menanyakan pada pedagang makanan tersebut, kata Ani, mereka berkata membeli bahan makanannya di Pasar Agung.
Selain boraks, Dinas Kesehatan juga menyita makanan yang mengandung zat berbahaya. Makanan tersebut diantaranya bakso dan cincau yang mengandung boraks. Selain itu terdapat juga pacar cina dan kerupuk yang mengandung Rodhamin B atau pewarna tekstil.
Meskipun banyak diperjualbelikan, Ani mengaku sulit untuk memutuskan mata rantai penjualan boraks tersebut. Hal itu karena adalam label boraks tidak ada alamat produsen. Selain itu, pembuat boraks biasanya menyuplai barang dagangannya ke pasar sehingga pedagang tidak mengetahui alamat si produsen.
“Para pedagang mengatakan, tidak tahu dengan penjual boraks. Mereka hanya mendapatkan barang yang disuplai ke lapaknya untuk kemudian dijual,” ujar Ani.
Ani menghimbau, masyarakat bisa waspada terhadap bahan makanan yang dicampur boraks tersebut. “Biasanya makanan yang dicampur boraks memiliki kekenyalan yang berlebihan sampai sulit untuk diurai,” kata dia.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Depok, Idris Abdul Shomad, mengatakan maraknya penjualan boraks tersebut akibatnya lemahnya pengawasan di lapangan. Untuk itu, dia akan menginstruksikan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar agar meningkatkan pengawasan terhadap penjualan zat-zat berbahaya tersebut di pasar tradisioanal. “Meskipun demikian, pengawasan memang sulit karena di setiap UPT hanya ada dua petugas,” kata dia.
Saat ini, Dinas Kesehatan akan melakukan pembinaan terhadap edagang yang menjual boraks. Namun bila dalam inspeksi selanjutnya masih ditemukan bahan tersebut, maka pedagang akan mendapatkan sanksi tindak pidana ringan. (sumber:pikiran-rakyat.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar